Ancaman Bagi Pedagang yang Curang dalam Menimbang
Aktivitas jual beli khususnya kebutuhan pokok pasti tidak akan jauh dari urusan timbang menimbang. Kegiatan ini rentan terhadap pedagang nakal yang curang dalam menakar. Biasanya dengan mengurangi takaran, pedagang akan meraup keuntungan menggiurkan.
Jika tidak diketahui pembeli, kebiasaan pedagang ini akan terus dilakukan. Padahal kecurangan tersebut dapat menimbulkan dosa dengan ancaman hukuman yang tidak main-main. Tidak hanya dibalas di akhirat, curang dalam timbangan dan takaran juga mengundang kerusakan di dunia dan celaka diakhirat.
Namun, ancaman ini tidak cukup menghentikan pedagang yang nakal untuk berbuat curang. Padahal, selain hukuman yang bersifat individual, kecurangan yang meluas juga akan mengundang bencana yang menimpa suatu masyarakat secara massal. Seperti apa? Berikut ulasannya.
Fenomen kecurangan ini banyak dilakukan oleh sebagian pedagang yang nakal dengan mendapatkan keuntungan dengan cara-cara yang tidak halal. Padahal Allah SWT dalam beberapa ayatnya memerintahkan manusia agar jujur dalam timbangan. Berikut ini beberapa ayat yang berisi firman Allah SWT tentang perintah menimbang dengan benar.
Firman Allah SWT: ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlahkamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajaleladi muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (QS 26 – Asy Syu’araa : 181 – 183)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. ItuIah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS 17 - Al lsraa’ : 35)
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS 55 – Ar Rahmaan : 9)
Padahal bermain curang seperti ini terancam dalam ayat Al Quran. Allah SWT menjelaskannya dalam ayat Al Muthoffifin: 1-3 yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al Muthoffifin: 1-3).
Celaka dalam ayat di atas menurut al-Khazin dimaknai sebagai kata celaan yang disebutkan saat terjadi bala’ (musibah, bencana). Dalam konteks ayat di atas, kata celaka berarti azab yang pedih di akhirat, kebinasaan yang permanen lagi besar di setiap keadaan dunia maupun akhirat.
Kecurangan dalam menakar merupakan salah satu bentuk praktik pencurian terhadap hal orang lain. Mereka melakukan tindakan tidak adil kepada sesama manusia. Padahal jika melakukan tindakan ini, akan berakibat ancaman doa kecelakaan. Azab ini akan dirasakan lebih parah lagi berada di akhirat.
Siksaan di akhirat adalah berupa siksaan pedih yang akan diterima di lembah neraka. Semua hukuman itu ditimpakan kepada orang-orang yang melakukan kecurangan dalam timbangan dan takaran. Selain hukuman yang bersifat individual, kecurangan yang meluas juga akan mengundang bencana yang menimpa suatu masyarakat secara massal. Dari Ibnu Umar ra:
Rasulullah menghadap kami lalu mengatakan, “Hai orang-orang Muhajirin, ada lima perkara yang jika kalian tertimpa dengan itu dan aku berlindung kepada Allah untuk kalian tertimpa dengan itu … (lalu beliau mengatakan) dan tidaklah orang-orang mengurangi takaran dan timbangan kecuali mereka tertimpa oleh paceklik, kesusahan (dalam memenuhi) kebutuhan dan kejahatan penguasa…” (HR Ibnu Majah).
Takaran dalam timbangan akan menjadi tumpuan perekonomian suatu negeri. Ketika terdapat kecurangan di dalamnya, maka akan terjadi kekisruhan ekonomi. Sebagai pedagang, sudah seharusnya kita menggunakan asas kejujuran. Karena hidup tidak hanya di dunia, kesalahan seberat biji bayam pun tetap akan dihisab Allah dan mendapatkan balasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar